DUKUNG UN TETAP ADA

January 28, 2010

Ujian Nasional adalah salah satu alat untuk mengukur keberhasilan pendidikan di Indonesia. Hasil ujian nasional dapat dijadikan dasar oleh seluruh elemen pendidikan, dari tingkat kementrian hingga tinggal guru, untuk mengambil langkah-langkah tindak lanjut guna memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

Akhir-akhir ini, banyak bermunculan suara-suara yang menuntut dihapuskannya Ujian Nasional. Dasarnya utama yang sering digunakan adalah “UN sering menjadi penghambat kelulusan siswa dan mempersulit guru dan siswa.”

Argumen itu tidaklah benar. Cobalah berkaca pada sejarah pendidikan Indonesia. Dulu pernah Ujian Nasional dihilangkan. Akibatnya adalah carut-marutnya pendidikan di Indonesia.

Sebenarnya apa yang membuat siswa dan guru takut dengan UN? Mengapa mereka memandang UN sebagai sebuah momok yang hampir mirip dengan hantu? Jawabannya mudah. Siswa dan Guru yang takut UN adalah mereka yang melihat pendidikan dari hasilnya, bukan prosesnya. Kalaupun mereka menjalankan dan mengikuti proses pendidikan dengan sewajarnya, tentu mereka akan percaya diri menghadapi segala ujian. Dengan belajar rajin dan tekun, pasti siswa dan siswi Indonesia BISA.

Bukankah tugas utama siswa itu adalah belajar?! Bukan malah tawuran, nonton film (BF), pacaran (bahkan bertindak asusila), main PS, atau malah ikut-ikutan bertindak anarkis atas nama genk.

Tuga utama guru ada mengajar dan mendidik. Tugas mengajar sangatlah mudah, tinggal memberikan materi sesuai dengan kurikulum, melakukan penilaian dan pengujian. Yang berat adalah tugas mendidik. Mendidik siswa untuk menjadi pribadi yang tangguh, bermental baja, berhati nurani dan berani bertanggung jawab sangatlah susah.


Pro-Kontra Ujian Nasional (UN)

January 28, 2010

Kalo orang yang paham betul pendidikan pasti akan bilang, “UN tetap jalan! Ini bukan masalah proyek, tapi ini menyangkut kecerdasan anak bangsa. UN adalah salah satu alat untuk menilai capaian pendidikan anak bangsa, kalau UN hilang, darimana kita dapat menilai capaian pendidikan secara nasional?”. Kemudian seorang professor bidang pendidikan berkata, “Yang salah kan bukan UN-nya? Tapi proses belajar mengajar yang ada di sekolah. Coba kita lihat, apakah proses belajar mengajar yang berjalan sudah sesuai dengan kurikulum? Apa pengajar (Guru) paham dengan apa yang diajakakan? Apakah guru mengajar sesuai dengan kompetensinya? Apakah sekolah menyediakan media yang memadai?”. Tak mau ketinggalan, seorang guru bahasa Inggris berkata, “Dulu saya pas kuliah hanya dapat ini saja. Dulu hanya dapat teori-teori saja, jarang bisa praktik langsung di sekolah.” Pihak Perguruan Tinggipun gak mau disalahkan, “Ya, para calon guru itu sendiri yang salah. Kami sudah memberikan materi-materi yang sesuai dengan standar. Mereka saja yang dulu selama kuliah bermental copy-paste. Hanya sedikit mahasiswa yang mengerakan tugas dengan kemampuan mereka sendiri.”
YA, SEPERTI ITULAH LINGKARAN SETAN PENDIDIKAN DI INDONESIA.