Setelah ketiganya pergi, Sadewa memohon ijin kepada Puntadewa untuk menyampaikan pendapatnya. Sadewa terkenal sebagai sosok yang cerdas dan teliti. Meskipun dia masih muda, tapi kepintarannya bagaikan seorang resi saja. Menurut Sadewa, apa yang disampaikan Krisna belum tentu benar dan apa yang akan dilakukan Semar belum tentu salah. Walaupun Petruk belum jelas dalam menyampaikan maksud dari Semar, namun ada “patuladan” dalam bentuk 3 benda pusaka yang akan dipinjam oleh Semar. Menurut Sadewa, kata “kayangan” memiliki berbagai makna, yaitu (1) kayangan tempat kedudukannya para dewa, (2) Padukuhan Karang Kabulutan juga bisa disebut kayangan karena merupakan tempat kedudukan Semar (yang sebenarnya juga seorang dewa, kakak dari Batara Guru), (3) Rasa/batinnya Semar juga dapat disebut kayangan; dan yang paling dikhawatirkan dia adalah jika yang dimaksud kayangan oleh Semar adalah (4) Rasa/batinnya para Pandawa. Artinya bahwa Semar akan membangun rasa dan batinnya para Pandawa sebagai wujud cintanya Semar kepada mereka, yang nantinya akan berguna bagi tegak berdirinya Negara Amarta. Sehingga, Pandawa akan rugi jika nantinya tidak ikut membangun kayangan tersebut.
Sadewa memberikan saran kepada Puntadewa bagaimana cara membuktikan siapa yang benar, Semar atau Krisna. Dia menyarankan agar para mereka bersama-sama menuju bangsal kedaton dan bersemedi di depan ruang penyimpanan ketiga pusaka tersebut. Di sana, mereka nantinya akan meminta kepada para pusaka tersebut, apakah mereka mau dipinjam atau tidak. Jika selama semededi tersebut ternyata pusaka-pusaka masih tetap di tempatnya, maka Krisna yang benar. Namun, jika ternyata ketiga pusaka tersebut ‘pergi’ dari tempatnya, maka Semar yang benar.
Bima menyetujui usulan Sadewa. Dia mengakui walaupun Sadewa masih muda, tapi pertimbangan yang disampaikan Sadewa sangat tepat. Akhirnya para mereka mengikuti saran Sadewa. Mereka berangkat untuk bersemedi di depan tempat penyimpanan ketiga pusaka tersebut.
Sesampainya di tempat penyimpanan ketiga puska tersebut, mereka bersemedi, memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Beberapa saat setelah mereka bersemedi, tiba-tiba ketiga pusaka tersebut terbang ke angkasa dan melesat ke arah desa Karang Kabulutan. Dari situ, mereka menyimpulkan bahwa Semarlah yang benar. Sadewa kemudian menyarankan agar mereka langsung berangkat ke Karang Kabulutan, jika tidak mereka akan sangat rugi. Dia menyarankan agar mereka berangkat melalui pintu belakang, tidak perlu pamit kepada Krisna. Sadewa sendiri akan menemui putra-putra Pandawa terlebih dahulu sebelum berangkat ke Karang Kabulutan.
Di tempat lain, Krisna dan Arjuna bertemu Gatotkaca dan Antareja. Krisna menjalaskan apa yang dibahas dalam pertemuan tadi dan bahwa Petruk tadi juga hadir di sana. Petruk bermaksud meminjam tiga pusaka Amarta. Karena tidak setuju dengan maksud Semar membangun kayangan, Krisna kemudian memerintahkan Gatutkaca, Antareja dan Sentiaki untuk mengusir Petruk. Jika tidak tidak mau, maka Petruk harus ditangkap dan dipenjara atau jika perlu dibunuh. Setelah mereka bertiga pergi, tak berselang lama, tiga pusaka yang tadi pergi dari ruang penyimpanan pusaka, terbang melintas di atas Krisna tanpa dia ketahui. Tak disangka juga, Senjata Cakra milik Krisna tiba-tiba ikut terbang melesat mengikuti ketiga pusaka tersebut.
Sementara itu di pagelaran, petruk bertemu dengan Antasena (salah satu anak Bima yang bertubuh ular). Petruk menyampaikan baktinya kemudian menyampaikan tujuan kedatangannya ke Amarta, yaitu bahwa Semar ingin membangun kayangan dan ingin meminjam pusaka Amarta untuk membangun kayangan tersebut. Dia juga bercerita semua yang baru saja terjadi di dalam ‘pasowanan’ tadi, bahwa Krisna tidak setuju dengan rencana semar tersebut dan dia sangat marah.
Antasena sebenarnya sosok yang kurang begitu waras, tetapi kadang-kadang pemikirannya bagus. Watak Antasena adalah bahwa walaupun bukan keluarganya, tapi jika benar, dia akan membantunya, dan walaupun keluarganya, kalau salah, dia akan bertindak tegas. Antasena kemudian menanyakan kayangan mana yang akan dibangun Semar dan bagaimana kondisi Semar saat ini, apakah tingkah laku Semar akhir-akhir ini berbeda dengan biasanya. Petruk memang tidak paham kayangan mana yang akan dibangun Semar. Namun demikian, petruk menyampaikan ahwa Semar akhir-akhir sekarang bertingkah aneh, sering murung, dan kadang-kadang suka berbisik-bisik dengan Abimanyu. Semar sekarang ‘idu geni’ (maksudnya setiap kali ada orang yang sakit, Semar bisa menyembuhkannya cukup dengan ditiup).
Antasena menilai bahwa apa yang dilakukan Semar itu benar. Petruk tidak boleh membantah semua yang dikatakan Semar. Semar saat ini sedang “gede panguwasane”. Selain itu, Antasena meminta Petruk untuk segera pulang ke Karang Kabulutan karena Puntadewa, Bima dan Nakula sudah menuju ke sana. Jika tidak segera pulang, bisa dipastikan bahwa dia akan dapat masalah karena Krisna sudah menyuruh Gatotkaca, Antareja dan Sentiaki untuk menangkapnya. Namun Petruk tetap bersikeras bahwa dia masih akan tetap menunggu di pagelaran hingga dapat pernyataan dari Puntadewa. Antasena memastikan bahwa nanti akan ada yang memberikan jawaban / pernyataan, tapi bukan Puntadewa. Akan ada utusan yang menyampaikannya. Karena Petruk jelas akan ditangkap (dan mungkin dianiaya) oleh Gatotkaca, Antareja dan Sentiaki, Antasena pun bersedia untuk membantu Petruk. Antasena akan bersembunyi di dalam tanah dan akan datang jika Petruk butuh bantuan.
Beberapa saat kemudian Gatotkaca, Antereja dan Sentiaki datang menemui Petruk. Mereka hendak menangkap Petruk dan memasukkannya ke dalam penjara. Bahkan mereka tidak segan untuk menganiaya dan membunuh Petruk jika dia melawan.
Petruk yang sudah dibentengi oleh Antasena tidak merasa takut, di samping dia pun merasa apa yang dilakukan Semar tidak salah. Yang pertama kali melawan Petruk adalah Gatotkaca. Gatotkaca mengancam agar Petruk segara pulang, kalau tidak, dia akan membunuhnya. Petruk tidak takut, dia yakin bahwa hidup dan matinya seseorang itu ada di tangan Yang Maha Kuasa. Walaupun diserang dengan berbagai senjata tajam, jika Yang Kuasa belum menghendaki dia mati, maka dia tidak akan mati. Tak menunggu lama, Gatotkaca langsung menerjang dan memegang kepala Petruk dan hendak memutar lehernya hingga patah. Namun Petruk tidak kalah akal, dia memutar tubuhnya searah dengan putaran kepadanya, sehingga lehernya tidak patah. Justru malah petruk bisa memegang tangan Gatotkaca dan memutar-mutar tubuh Gatotkaca. Petruk memang tidak berniat untuk menyakiti Gatotkaca karena dia memang masih menjadi majikannya. Petruk kemudian hanya meminta agar Gatotkaca ingat saat Petruk berusaha keras mendapatkan Pregiwa. Bagaimana Petruk dihajar oleh kurawa demi mendapatkan Pregiwa. Mendengar itu, Gatotkaca merasa bersalah dan malu. Dia pun kemudian meminta maaf atas segala salahnya lalu pergi meninggalkan Petruk.
Yang datang kemudian adalah Sentiaki. Tanpa basa-basi, Sentiaki langsung menyerang Petruk. Karena Petruk memang tidak berniat melawan, petruk hanya menghindar. Ketika pada akhirnya tubuh Petruk bisa ditangkap dan kepalanya dipukul, dia tidak melawan. Petruk berhasil menangkap tangannya Sentiaki, tapi dia tidak memukul atau menyakiti Sentiaki, dia hanya memutar-mutar tubuh Sentiaki hingga pusing. Petruk memang tidak berniat menyakiti Sentiaki karena dia masih memegang “rasa malu” jika perkelahiannya dengan Sentiaki diketahui orang lain. Menurutnya, tidak etis jika ‘babu’ berkelahi dengan majikannya. Sentiaki kemudia mengeluarkan senjatanya, Gada Wesi Kuning. Ditimpakannya senjata tersebut ke kepala Petruk. Tak urung, dia pun terhuyung-huyung hingga hampir jatuh. Petruk berusaha melarikan diri dan memanggil Antasena dari dalam tanah.
Setelah Antasena keluar, Petruk menyampaikan bahwa dia tidak kuat menahan pukulan Gada Wesi Kuning. Dia meminta agar Antasena membantu Petruk dengan meminjamkan senjatanya. Namun Antasena tidak bisa meminjamkannya. Antasena akan membantu Petruk dengan masuk (manunggal) kedalam tubuh Petruk, sehingga segala sifat dan kesaktian Antasena ada di dalam tubuh Petruk.
Petruk kemudian menghadapi Sentiaki lagi. Walaupun dipukul Gada Wesi Kuning berkali-kali, Petruk tidak bergeming sedikitpun. Dia masih tetap berdiri dengan tegak, tidak goyah sedikit pun. Melihat hal ini, Sentiaki merasa gemetar dan akhirnya mengaku kalah dan pergi. Sentiaki kemudian menemui Antareja dan menyampaikan bahwa saat ini Petruk sangat sakti hingga dia tidak dapat mengalahkannya.
Mendengar hal itu, Antareja langsung pergi dan menghadapi Petruk. Karena memang Antareja dan Antasena memiliki sifat dan kesaktian yang sama. Maka perkelahian keduanya imbang. Petruk dan Antareja sama-sama bisa terbang, sama-sama bisa masuk bumi dan sama-sama bisa mengeluarkan semburan Api. Namun demikian, semburan api yang dikeluarkan Petruk memang terasa lebih panas. Antareja mengaku kalah dan pergi.
Antasena tiba-tiba keluar dari tubuh Petruk yang membuatnya kaget dan heran. Antasena keluar dari tubuh Petruk karena memang akan ada yang datang menemui Petruk dan menyampaikan kabar berita. Benar saja, tiba-tiba datang empat wujud yang tidak dikenali oleh petruk. Keempatnya adalah perwujudan dari Jamus Kalimasada, Tumbak Karawelang, Songsong Tunggulnaga dan Senjata Cakra.
Antasena menjelaskan bahwa ketiganyalah yang akan memberikan keterangan atau jawaban atas permintaan Semar kepada Puntadewa. Dia pun menyuruh petruk untuk segera pulang, karena Puntadewa, Bima dan Nakula sudah menuju ke Karang Kabulutan. Dengan menaiki salah satu pusaka tersebut, Petruk terbang menuju Karang Kabulutan. Sementara Antasena akan menemui putra-putra Pandawa dan Sadewa terlebih dahulu.