Semar Mbangun Kayangan (Bagian 1a)

Di pagi buta di Desa Karang Kabulutan, Semar terlihat murung dan bingung. Dari wajahnya terlihat bahwa dia sedang memikirkan sesuatu. Sesekali nampak kepalanya digeleng-gelengkan sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang dia cemaskan.

Beberapa saat kemudian, Petruk terbangun dan heran melihat Semar yang sedang murung dan bingung. Petruk ingin menyapa Semar, tapi dia takut kalau Semar marah sama dia. Dia beranikan diri menyapa semara:
Petruk : “Bapak… ada apa bapak. Dari tadi saya lihat bapak termenung, seperti bingung memikirkan sesuatu. Ada apa to, Pak? Apa yang terjadi?”
Semar masih belum merespon. Dia tetap termenung dan terlihat memikirkan sesuatu. Petruk pun kembali bertanya.
Petruk : “Pak…. ada apa? Apa yang terjadi? Apa aku, Kang Gareng dan Bagong ada salah sama bapak? Atau ada hal lain yang membuat bapak bingung?”
Semar pun masih terdiam, seperti tidak memperhatikan kehadiran Petruk.
Petruk : “Baiklah kalau begitu… Kalau bapak tidak mau bercerita apa yang terjadi, tidak apalah… Saya ke belakang dulu ya bapak?”
Petruk hendak melangkah masuk ke dalam rumah, namunSemar tiba-tiba berkata,
Semar: “Tole… bapak tidak apa-apa. Bapak hanya khawatir dengan nasib negara Amarta. Hati bapak gundah memikirkan nasib Pandawa. Ada sesuatu hal yang mengganjal di hati bapak… tapi bapak tidak bisa mengatakannya. Petruk… bapak ingin agar kamu pergi ke Amarta, menemui punggawa-punggawa Amarta. Sampaikan kepada mereka kalau bapak ingin pinjam 3 pusaka Amarta, Jimat Kalimasada, Sonsong Tunggulnaga dan Tombak Karawelang untuk membangun kayangan. Satu lagi Petruk, sampaikan kepada semua Pandawa untuk segera datang ke Karang Kabulutan. Segera berangkat Petruk… Restu bapak menyertaimu.”
Petruk pun meminta restu dari Semar dan langsung berangkat tanpa membawa bekal apapun. Perjalanan dari Karang Kabulutan hingga ke Kerajaan Amarata ditempuh selama 2 hari dua malam tanpa istirahat. Petruk pun sampai di Kerajaan Amarta dan langsung menghadap Raja Amarta.

Di singgasana, Raja Amarta (Yudhistira/Puntadewa) sudah duduk di sana. Tak lupa para penggede Amarta (termasuk Pandawa) sudah hadir di sana, di antaranya Bima, Nakula, Sadewa, Janaka, Krisna, Kunthi, Sentiaki. Dalam pertemuan tersebut sedang dibahas persoalan mengapa Amarta tidak berhasil membangun Pertapat Gilisarangan. Pagi dibangun, sore selesai, tapi pagi harinya sudah rusak. Para Pandawa tidak mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. Krisna menanyakan kepada Puntadewa, apakah seluruh ‘sesepuh’ sudah dimintai restu, termasuk Semar. Puntadewa menyampaikan bahwa memang sudah 3 minggu ini Semar tidak pernah datang kalau dipanggil ke Amarta. Krisna pun kemudian menyimpulkan bahwa yang menyebabkan susahnya membangun Pertapaan tersebut karena belum ada restu dari Semar. Untuk itu, Krisna meminta Puntadewa untuk memanggil Semar dan meminta restunya. Puntadewa kemudian meminta Arjuna  untuk memanggil Semar.

Baru saja Arjuna mau berangkat ke Karang Kabulutan, tiba-tiba Petruk datang menghadap Puntadewa. Terlebih dahulu dia menyampaikan rasa baktinya kepada para punggawa Amarta yang sebenarnya adalah momongannya dia, tapi Petruk menyebut mereka majikan (Ndara).

Petruk pun menyampaikan maksud kedatangnnya ke Amarta, bahwa dia disuruh Semar untuk Pinjam Tiga Pusaka untuk membangun Kayangan dan meminta semua Pandawa untuk datang ke Karang Kabulutan. Yudhistira adalah raja yang bijaksana. Dia meminta pendapat para penggeda Amarta yang hadir di situ, termasuk Krisna.

Krisna sebagai orang yang dituakan di Amarta, bertanya kepada Petruk, kayangan mana yang akan dibangun oleh Semar. Sayangnya, Petruk tidak begitu paham akan kayangan mana yang akan dibangun oleh bapaknya. Krisna pun kemudian menyimpulkan bahwa di dunia ini hanya ada satu kayangan, yaitu kayangan tempat tinggalnya para dewa, Kayangan Suralaya. Krisna meminta Petruk untuk mengingatkan Semar agar tidak ‘mbangun kayangan’ karena hal itu salah, menyalahi kodrat. Krisna menyatakan dengat tegas bahwa dia tidak akan membantu Semar dalam membangun kayangan, bahkan dia juga menyarankan kepada Pandawa untuk tidak membantu Semar.  Niat Semar membangun kayangan “suroloyo” jelas tidak akan disetujui oleh para dewa di kayangan. Kemudian menurut Krisna, Pandawa di suruh datang ke Karang Kabulutan adalah untuk membantu Semar jika ada serangan dari kayangan dengan memberikan perlindungan. Krisna menekankan kembali bahwa niat Semar untuk membangun kayangan adalah salah, dan tindakan Semar harus diluruskan kembali.

Petruk kurang begitu senang dengan pendapat Krisna dan tidak bisa menerima pendapatnya. Menurut Petruk niat Semar untuk membangun kayangan adalah baik. Hingga saat ini pun Semar tidak pernah melakukan hal-hal yang negatif. Selain itu, Krisna juga bukan raja di Amarta, jadi Krisna tidak berhak memberikan keputusan tidak diijinkannya Semar pinjam ketiga pusaka atau tidak, karena Krisna juga sama-sama tamu di Amarta. Petruk tetap meminta pernyataan dari Puntadewa, walaupun hanya satu kalimat.

Bantahan Petruk tentu saja membuat Krisna marah. Krisna menganggap bahwa punakawan hanyalah ‘babu’ atau kasarnya “gedhibal pitulikur” dan tidak sepantasnya berani membantu perkataan seorang raja. Omongan Krisna jelas membuat Petruk marah. Meskipun punakawan hanyalah ‘babu’, namun perlu diingat bahwa yang merawat pandawa dari kecil hingga dewasa adalah punakawan. Dan perlu juga diingat bahwa mereka bisa menjadi raja karena adanya dukungan dari orang-orang kicil seperti mereka. Jadi ketika mereka sudah berkuasa, sudah seharusnyalah mereka mengingat orang-orang kecil, menyayangi, menghormatinya, dan melindungi kaum kecil. Bukan menjadikan orang kecil sebagai “gedhibal pitulikur” atau diibaratkan seperti keset. Tidak juga membedakan antara ‘kawula’ dan ‘gusti’. Jika demikian, kapan mereka

Melihat hal itu, Sadewa mencoba melerai. Dia meminta Puntadewa untuk memberikan pernyataan agar Petruk menunggu diluar sebentar daripada perselisihan antara dia dengan Krisna tetap berlanjut. Puntadewa pun kemudian meminta Petruk untuk menunggu di pagelaran dan untuk tidak meninggalkan Amarta hingga nanti ada yang memberikan keputusan. Petruk pun patuh dan meninggalkan pasowanan. Dia berharap agar keputusan yang diberikan Puntadewa akan sesuai dengan apa yang diharapkan Semar.

Setelah Petruk meninggalkan pasowanan, Krisna menanyakan kepada Puntadewa apakah Puntadewa masih menghormati dia atau tidak karena pendapatnya tidak didengarkan. Krisna masih bersikukuh dengan pendapat dia, bahwa rencana Semar untuk membangun kayangan adalah salah karena tidak sesuai dengan kehendak para dewa. Menurut dia, Semar meminta Pandawa untuk ikut membangun kayangan itu adalah jelas untuk membantu jika nantinya ada perlawanan (atau serangan) dari para dewa. Untuk itu, Krisna masih masih bersikeras agar Pandwa tidak membantu Semar. Namun jika ingin tetap membantu, Krisna dengan berat hanti mempersilahkannya, tapi dia tidak akan ikut turut campur jika nantinya ada dewa yang marah. Puntadewa, dengan berat hati, kemudian setuju dengan pendapat Krisna bahwa maksud Semar untuk membangun kayangan itu adalah salah dan sehingga tidak perlu dibantu. Puntadewa kemudian mempersilahkan Krisna agar mengambil segala upaya untuk menggagalkan usaha Semar dalam membangun kayangan.

Krisna kemudian meminta Janaka untuk keluar, tak lupa dia juga mengajak Sentiaki. Krisna memerintahkan mereka berdua untuk mengusir Petruk agar pergi dari Amarta. Setelah pamit kepada Puntadewa, mereka bertiga kemudian pergi menuju pagelaran untuk menemui petruk.

 

Leave a comment