Semar Mbangung Kayangan (Bagian 1)

4Di pagi buta di Desa Karang Kabulutan, Semar terlihat murung dan bingung. Dari wajahnya terlihat bahwa dia sedang memikirkan sesuatu. Sesekali nampak kepalanya digeleng-gelengkan sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang dia cemaskan.

Beberapa saat kemudian, Petruk terbangun dan heran melihat Semar yang sedang murung dan bingung. Petruk ingin menyapa Semar, tapi dia takut kalau Semar marah sama dia. Dia beranikan diri menyapa semara:
Petruk : “Bapak… ada apa bapak. Dari tadi saya lihat bapak termenung, seperti bingung memikirkan sesuatu. Ada apa to, Pak? Apa yang terjadi?”
Semar masih belum merespon. Dia tetap termenung dan terlihat memikirkan sesuatu. Petruk pun kembali bertanya.
Petruk : “Pak…. ada apa? Apa yang terjadi? Apa aku, Kang Gareng dan Bagong ada salah sama bapak? Atau ada hal lain yang membuat bapak bingung?”
Semar pun masih terdiam, seperti tidak memperhatikan kehadiran Petruk.
Petruk : “Baiklah kalau begitu… Kalau bapak tidak mau bercerita apa yang terjadi, tidak apalah… Saya ke belakang dulu ya bapak?”
Petruk hendak melangkah masuk ke dalam rumah, namunSemar tiba-tiba berkata,
Semar: “Tole… bapak tidak apa-apa. Bapak hanya khawatir dengan nasib negara Amarta. Hati bapak gundah memikirkan nasib Pandawa. Ada sesuatu hal yang mengganjal di hati bapak… tapi bapak tidak bisa mengatakannya. Petruk… bapak ingin agar kamu pergi ke Amarta, menemui punggawa-punggawa Amarta. Sampaikan kepada mereka kalau bapak ingin pinjam 3 pusaka Amarta, Jimat Kalimasada, Sonsong Tunggulnaga dan Tombak Karawelang untuk membangun kayangan. Satu lagi Petruk, sampaikan kepada semua Pandawa untuk segera datang ke Karang Kabulutan. Segera berangkat Petruk… Restu bapak menyertaimu.”
Petruk pun meminta restu dari Semar dan langsung berangkat tanpa membawa bekal apapun. Perjalanan dari Karang Kabulutan hingga ke Kerajaan Amarata ditempuh selama 2 hari dua malam tanpa istirahat. Petruk pun sampai di Kerajaan Amarta dan langsung menghadap Raja Amarta.

Di singgasana, Raja Amarta (Yudhistira/Puntadewa) sudah duduk di sana. Tak lupa para penggede Amarta (termasuk Pandawa) sudah hadir di sana, di antaranya Bima, Nakula, Sadewa, Janaka, Krisna, Kunthi, Sentiaki. Dalam pertemuan tersebut sedang dibahas persoalan mengapa Amarta tidak berhasil membangun Pertapat Gilisarangan. Pagi dibangun, sore selesai, tapi pagi harinya sudah rusak. Para Pandawa tidak mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. Krisna menanyakan kepada Puntadewa, apakah seluruh ‘sesepuh’ sudah dimintai restu, termasuk Semar. Puntadewa menyampaikan bahwa memang sudah 3 minggu ini Semar tidak pernah datang kalau dipanggil ke Amarta. Krisna pun kemudian menyimpulkan bahwa yang menyebabkan susahnya membangun Pertapaan tersebut karena belum ada restu dari Semar. Untuk itu, Krisna meminta Puntadewa untuk memanggil Semar dan meminta restunya. Puntadewa kemudian meminta Arjuna  untuk memanggil Semar.

Baru saja Arjuna mau berangkat ke Karang Kabulutan, tiba-tiba Petruk datang menghadap Puntadewa. Terlebih dahulu dia menyampaikan rasa baktinya kepada para punggawa Amarta yang sebenarnya adalah momongannya dia, tapi Petruk menyebut mereka majikan (Ndara).

Petruk pun menyampaikan maksud kedatangnnya ke Amarta, bahwa dia disuruh Semar untuk Pinjam Tiga Pusaka untuk membangun Kayangan dan meminta semua Pandawa untuk datang ke Karang Kabulutan. Yudhistira adalah raja yang bijaksana. Dia meminta pendapat para penggeda Amarta yang hadir di situ, termasuk Krisna.

Krisna sebagai orang yang dituakan di Amarta, bertanya kepada Petruk, kayangan mana yang akan dibangun oleh Semar. Sayangnya, Petruk tidak begitu paham akan kayangan mana yang akan dibangun oleh bapaknya. Krisna pun kemudian menyimpulkan bahwa di dunia ini hanya ada satu kayangan, yaitu kayangan tempat tinggalnya para dewa, Kayangan Suralaya. Krisna meminta Petruk untuk mengingatkan Semar agar tidak ‘mbangun kayangan’ karena hal itu salah, menyalahi kodrat. Krisna menyatakan dengat tegas bahwa dia tidak akan membantu Semar dalam membangun kayangan, bahkan dia juga menyarankan kepada Pandawa untuk tidak membantu Semar.  Niat Semar membangun kayangan “suroloyo” jelas tidak akan disetujui oleh para dewa di kayangan. Kemudian menurut Krisna, Pandawa di suruh datang ke Karang Kabulutan adalah untuk membantu Semar jika ada serangan dari kayangan dengan memberikan perlindungan. Krisna menekankan kembali bahwa niat Semar untuk membangun kayangan adalah salah, dan tindakan Semar harus diluruskan kembali.

Petruk kurang begitu senang dengan pendapat Krisna dan tidak bisa menerima pendapatnya. Menurut Petruk niat Semar untuk membangun kayangan adalah baik. Hingga saat ini pun Semar tidak pernah melakukan hal-hal yang negatif. Selain itu, Krisna juga bukan raja di Amarta, jadi Krisna tidak berhak memberikan keputusan tidak diijinkannya Semar pinjam ketiga pusaka atau tidak, karena Krisna juga sama-sama tamu di Amarta. Petruk tetap meminta pernyataan dari Puntadewa, walaupun hanya satu kalimat.

Bantahan Petruk tentu saja membuat Krisna marah. Krisna menganggap bahwa punakawan hanyalah ‘babu’ atau kasarnya “gedhibal pitulikur” dan tidak sepantasnya berani membantu perkataan seorang raja. Omongan Krisna jelas membuat Petruk marah. Meskipun punakawan hanyalah ‘babu’, namun perlu diingat bahwa yang merawat pandawa dari kecil hingga dewasa adalah punakawan. Dan perlu juga diingat bahwa mereka bisa menjadi raja karena adanya dukungan dari orang-orang kicil seperti mereka. Jadi ketika mereka sudah berkuasa, sudah seharusnyalah mereka mengingat orang-orang kecil, menyayangi, menghormatinya, dan melindungi kaum kecil. Bukan menjadikan orang kecil sebagai “gedhibal pitulikur” atau diibaratkan seperti keset. Tidak juga membedakan antara ‘kawula’ dan ‘gusti’. Jika demikian, kapan mereka

Melihat hal itu, Sadewa mencoba melerai. Dia meminta Puntadewa untuk memberikan pernyataan agar Petruk menunggu diluar sebentar daripada perselisihan antara dia dengan Krisna tetap berlanjut. Puntadewa pun kemudian meminta Petruk untuk menunggu di pagelaran dan untuk tidak meninggalkan Amarta hingga nanti ada yang memberikan keputusan. Petruk pun patuh dan meninggalkan pasowanan. Dia berharap agar keputusan yang diberikan Puntadewa akan sesuai dengan apa yang diharapkan Semar.

Setelah Petruk meninggalkan pasowanan, Krisna menanyakan kepada Puntadewa apakah Puntadewa masih menghormati dia atau tidak karena pendapatnya tidak didengarkan. Krisna masih bersikukuh dengan pendapat dia, bahwa rencana Semar untuk membangun kayangan adalah salah karena tidak sesuai dengan kehendak para dewa. Menurut dia, Semar meminta Pandawa untuk ikut membangun kayangan itu adalah jelas untuk membantu jika nantinya ada perlawanan (atau serangan) dari para dewa. Untuk itu, Krisna masih masih bersikeras agar Pandwa tidak membantu Semar. Namun jika ingin tetap membantu, Krisna dengan berat hanti mempersilahkannya, tapi dia tidak akan ikut turut campur jika nantinya ada dewa yang marah. Puntadewa, dengan berat hati, kemudian setuju dengan pendapat Krisna bahwa maksud Semar untuk membangun kayangan itu adalah salah dan sehingga tidak perlu dibantu. Puntadewa kemudian mempersilahkan Krisna agar mengambil segala upaya untuk menggagalkan usaha Semar dalam membangun kayangan.

Krisna kemudian meminta Janaka untuk keluar, tak lupa dia juga mengajak Sentiaki. Krisna memerintahkan mereka berdua untuk mengusir Petruk agar pergi dari Amarta. Setelah pamit kepada Puntadewa, mereka bertiga kemudian pergi menuju pagelaran untuk menemui petruk.

Setelah ketiganya pergi, Sadewa memohon ijin kepada Puntadewa untuk menyampaikan pendapatnya. Sadewa terkenal sebagai sosok yang cerdas dan teliti. Meskipun dia masih muda, tapi kepintarannya bagaikan seorang resi saja. Menurut Sadewa, apa yang disampaikan Krisna belum tentu benar dan apa yang akan dilakukan Semar belum tentu salah. Walaupun Petruk belum jelas dalam menyampaikan maksud dari Semar, namun ada “patuladan” dalam bentuk 3 benda pusaka yang akan dipinjam oleh Semar. Menurut Sadewa, kata “kayangan” memiliki berbagai makna, yaitu (1) kayangan tempat kedudukannya para dewa, (2) Padukuhan Karang Kabulutan juga bisa disebut kayangan karena merupakan tempat kedudukan Semar (yang sebenarnya juga seorang dewa, kakak dari Batara Guru), (3) Rasa/batinnya Semar juga dapat disebut kayangan; dan yang paling dikhawatirkan dia adalah jika yang dimaksud kayangan oleh Semar adalah (4) Rasa/batinnya para Pandawa. Artinya bahwa Semar akan membangun rasa dan batinnya para Pandawa sebagai wujud cintanya Semar kepada mereka, yang nantinya akan berguna bagi tegak berdirinya Negara Amarta. Sehingga, Pandawa akan rugi jika nantinya tidak ikut membangun kayangan tersebut.

Sadewa memberikan saran kepada Puntadewa bagaimana cara membuktikan siapa yang benar, Semar atau Krisna. Dia menyarankan agar para mereka bersama-sama menuju bangsal kedaton dan bersemedi di depan ruang  penyimpanan ketiga pusaka tersebut. Di sana, mereka nantinya akan meminta kepada para pusaka tersebut, apakah mereka mau dipinjam atau tidak. Jika selama semededi tersebut  ternyata pusaka-pusaka masih tetap di tempatnya, maka Krisna yang benar. Namun, jika ternyata ketiga pusaka tersebut ‘pergi’ dari tempatnya, maka Semar yang benar.

Bima menyetujui usulan Sadewa. Dia mengakui walaupun Sadewa masih muda, tapi pertimbangan yang disampaikan Sadewa sangat tepat. Akhirnya para mereka mengikuti saran Sadewa. Mereka berangkat untuk bersemedi di depan tempat penyimpanan ketiga pusaka tersebut.

Sesampainya di tempat penyimpanan ketiga puska tersebut, mereka bersemedi, memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Beberapa saat setelah mereka bersemedi, tiba-tiba ketiga pusaka tersebut terbang ke angkasa dan melesat ke arah desa Karang Kabulutan. Dari situ, mereka menyimpulkan bahwa Semarlah yang benar. Sadewa kemudian menyarankan agar mereka langsung berangkat ke Karang Kabulutan, jika tidak mereka akan sangat rugi. Dia menyarankan agar mereka berangkat  melalui pintu belakang, tidak perlu pamit kepada Krisna. Sadewa sendiri akan menemui putra-putra Pandawa terlebih dahulu sebelum berangkat ke Karang Kabulutan.

Di tempat lain, Krisna dan Arjuna bertemu Gatotkaca dan Antareja. Krisna menjalaskan apa yang dibahas dalam pertemuan tadi dan bahwa Petruk tadi juga hadir di sana. Petruk bermaksud meminjam tiga pusaka Amarta. Karena tidak setuju dengan maksud Semar membangun kayangan, Krisna kemudian memerintahkan Gatutkaca, Antareja dan Sentiaki untuk mengusir Petruk. Jika tidak tidak mau, maka Petruk harus ditangkap dan dipenjara atau jika perlu dibunuh. Setelah mereka bertiga pergi, tak berselang lama, tiga pusaka yang tadi pergi dari ruang penyimpanan pusaka, terbang melintas di atas Krisna tanpa dia ketahui. Tak disangka juga, Senjata Cakra milik Krisna tiba-tiba  ikut terbang melesat mengikuti ketiga pusaka tersebut.

Sementara itu di pagelaran, petruk bertemu dengan Antasena (salah satu anak Bima yang bertubuh ular). Petruk menyampaikan baktinya kemudian menyampaikan tujuan kedatangannya ke Amarta, yaitu bahwa Semar ingin membangun kayangan dan ingin meminjam pusaka Amarta untuk membangun kayangan tersebut. Dia juga bercerita semua yang baru saja terjadi di dalam ‘pasowanan’ tadi, bahwa Krisna tidak setuju dengan rencana semar tersebut dan dia sangat marah.

Antasena sebenarnya sosok yang kurang begitu waras, tetapi kadang-kadang pemikirannya bagus. Watak Antasena adalah bahwa walaupun bukan keluarganya, tapi jika benar, dia akan membantunya, dan walaupun keluarganya, kalau salah, dia akan bertindak tegas. Antasena kemudian menanyakan kayangan mana yang akan dibangun Semar dan bagaimana kondisi Semar saat ini, apakah tingkah laku Semar akhir-akhir ini berbeda dengan biasanya. Petruk memang tidak paham kayangan mana yang akan dibangun Semar. Namun demikian, petruk menyampaikan ahwa Semar akhir-akhir sekarang bertingkah aneh, sering murung, dan kadang-kadang suka berbisik-bisik dengan Abimanyu. Semar sekarang ‘idu geni’ (maksudnya setiap kali ada orang yang sakit, Semar bisa menyembuhkannya cukup dengan ditiup).

Antasena menilai bahwa apa yang dilakukan Semar itu benar. Petruk tidak boleh membantah semua yang dikatakan Semar. Semar saat ini sedang “gede panguwasane”. Selain itu, Antasena meminta Petruk untuk segera pulang ke Karang Kabulutan karena Puntadewa, Bima dan Nakula sudah menuju ke sana. Jika tidak segera pulang, bisa dipastikan bahwa dia akan dapat masalah karena Krisna sudah menyuruh Gatotkaca, Antareja dan Sentiaki untuk menangkapnya. Namun Petruk tetap bersikeras bahwa dia masih akan tetap menunggu di pagelaran hingga dapat pernyataan dari Puntadewa. Antasena memastikan bahwa nanti akan ada yang memberikan jawaban / pernyataan, tapi bukan Puntadewa. Akan ada utusan yang menyampaikannya. Karena Petruk jelas akan ditangkap (dan mungkin dianiaya) oleh Gatotkaca, Antareja dan Sentiaki, Antasena pun bersedia untuk membantu Petruk. Antasena akan bersembunyi di dalam tanah dan akan datang jika Petruk butuh bantuan.

Beberapa saat kemudian Gatotkaca, Antereja dan Sentiaki datang menemui Petruk. Mereka hendak menangkap Petruk dan memasukkannya ke dalam penjara. Bahkan mereka tidak segan untuk menganiaya dan membunuh Petruk jika dia melawan.

Petruk yang sudah dibentengi oleh Antasena tidak merasa takut, di samping dia pun merasa apa yang dilakukan Semar tidak salah. Yang pertama kali melawan Petruk adalah Gatotkaca. Gatotkaca mengancam agar Petruk segara pulang, kalau tidak, dia akan membunuhnya. Petruk tidak takut, dia yakin bahwa hidup dan matinya seseorang itu ada di tangan Yang Maha Kuasa. Walaupun diserang dengan berbagai senjata tajam, jika Yang Kuasa belum menghendaki dia mati, maka dia tidak akan mati. Tak menunggu lama, Gatotkaca langsung menerjang dan memegang kepala Petruk dan hendak memutar lehernya hingga patah. Namun Petruk tidak kalah akal, dia memutar tubuhnya searah dengan putaran kepadanya, sehingga lehernya tidak patah. Justru malah petruk bisa memegang tangan Gatotkaca dan memutar-mutar tubuh Gatotkaca. Petruk memang tidak berniat untuk menyakiti Gatotkaca karena dia memang masih menjadi majikannya. Petruk kemudian hanya meminta agar Gatotkaca ingat saat Petruk berusaha keras mendapatkan Pregiwa. Bagaimana Petruk dihajar oleh kurawa demi mendapatkan Pregiwa. Mendengar itu, Gatotkaca merasa bersalah dan malu. Dia pun kemudian meminta maaf atas segala salahnya lalu pergi meninggalkan Petruk.

Yang datang kemudian adalah Sentiaki. Tanpa basa-basi, Sentiaki langsung menyerang Petruk. Karena Petruk memang tidak berniat melawan, petruk hanya menghindar. Ketika pada akhirnya tubuh Petruk bisa ditangkap dan kepalanya dipukul, dia tidak melawan. Petruk berhasil menangkap tangannya Sentiaki, tapi dia tidak memukul atau menyakiti Sentiaki, dia hanya memutar-mutar tubuh Sentiaki hingga pusing. Petruk memang tidak berniat menyakiti Sentiaki karena dia masih memegang “rasa malu” jika perkelahiannya dengan Sentiaki diketahui orang lain. Menurutnya, tidak etis jika ‘babu’ berkelahi dengan majikannya. Sentiaki kemudia mengeluarkan senjatanya, Gada Wesi Kuning. Ditimpakannya senjata tersebut ke kepala Petruk. Tak urung, dia pun terhuyung-huyung hingga hampir jatuh. Petruk berusaha melarikan diri dan memanggil Antasena dari dalam tanah.

Setelah Antasena keluar, Petruk menyampaikan bahwa dia tidak kuat menahan pukulan Gada Wesi Kuning. Dia meminta agar Antasena membantu Petruk dengan meminjamkan senjatanya. Namun Antasena tidak bisa meminjamkannya. Antasena akan membantu Petruk dengan masuk (manunggal) kedalam tubuh Petruk, sehingga segala sifat dan kesaktian Antasena ada di dalam tubuh Petruk.

Petruk kemudian menghadapi Sentiaki lagi. Walaupun dipukul Gada Wesi Kuning berkali-kali, Petruk tidak bergeming sedikitpun. Dia masih tetap berdiri dengan tegak, tidak goyah sedikit pun. Melihat hal ini, Sentiaki merasa gemetar dan akhirnya mengaku kalah dan pergi. Sentiaki kemudian menemui Antareja dan menyampaikan bahwa saat ini Petruk sangat sakti hingga dia tidak dapat mengalahkannya.

Mendengar hal itu, Antareja langsung pergi dan menghadapi Petruk. Karena memang Antareja dan Antasena memiliki sifat dan kesaktian yang sama. Maka perkelahian keduanya imbang. Petruk dan Antareja sama-sama bisa terbang, sama-sama bisa masuk bumi dan sama-sama bisa mengeluarkan semburan Api. Namun demikian, semburan api yang dikeluarkan Petruk memang terasa lebih panas. Antareja mengaku kalah dan pergi.

Antasena tiba-tiba keluar dari tubuh Petruk yang membuatnya kaget dan heran. Antasena keluar dari tubuh Petruk karena memang akan ada yang datang menemui Petruk dan menyampaikan kabar berita. Benar saja, tiba-tiba datang empat wujud yang tidak dikenali oleh petruk. Keempatnya adalah perwujudan dari Jamus Kalimasada, Tumbak Karawelang, Songsong Tunggulnaga dan Senjata Cakra.

Antasena menjelaskan bahwa ketiganyalah yang akan memberikan keterangan atau jawaban atas permintaan Semar kepada Puntadewa. Dia pun menyuruh petruk untuk segera pulang, karena Puntadewa, Bima dan Nakula sudah menuju ke Karang Kabulutan. Dengan menaiki salah satu pusaka tersebut, Petruk terbang menuju Karang Kabulutan. Sementara Antasena akan menemui putra-putra Pandawa dan Sadewa terlebih dahulu.

One Response to Semar Mbangung Kayangan (Bagian 1)

  1. Danang says:

    ceritanya bagus,,,, lanjutan yang keduanya ada?

Leave a comment